Tuesday, September 26, 2006

Bunda Theresa, Berbagi Kasih untuk Umat Dunia

Di kesehariannya, perempuan yang dikenal sebagai Bunda Theresa ini selalu mengenakan pakaian sari India berwana putih polos dengan border biru, dan pin palang merah di dada kirinya untuk mengidentikan dirinya dengan kemiskinan. Hingga akhir hayatnya, beliau memang menghabiskan hidupnya untuk memperhatikan nasib orang-orang yang kurang kasih sayang dan tersisih. Tak heran jika saat beliau wafat, dunia pun merasa kehilangan…

Terbiasa Hidup Dermawan

Lahir di Skopje, Yugoslavia atau Macedonia pada 27 Agustus 1910, dengan nama Agnes Goncah Bojaxhiu, Bunda Theresa adalah bungsu dari tiga bersaudara. Orang tuanya, Drandafille Bojaxhiu dan Nikollë, adalah keluarga keturunan Albania. Ayahnya seorang kontraktor sukses dan terkenal. Sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga biasa.

Hidup di tengah keluarga Khatolik yang taat, membuat Bunda Theresa menjadi terbiasa berdoa setiap sore dan pergi beribadah ke gereja setiap hari. Beliau juga terbiasa dengan sikap keluarganya yang sangat murah hati dan memperhatikan kehidupan kaum miskin. Hal itulah yang lalu membentuk pribadi Bunda Theresa menjadi sosok yang penuh kasih terhadap sesama.

Pada usia 12 tahun, beliau merasa mendapat panggilan kuat untuk menjadi biarawati. Maka, saat berusia 18 tahun, Bunda Theresa memutuskan untuk menjadi biarawati. Beliau meninggalkan kampung halamannya menuju Dublin, Ireland dan bergabung dengan Biara Loretto. Setelah setahun di Ireland, Bunda Theresa lalu bergabung dengan Biara Loretto di Timur laut India,Darjeeling. Beliau melakukan sumpah biarawatinya pada tahun 1937. Nama Theresa diambilnya dari Santa Theresa dari Lisieux, santa pelindung biarawati asing.

Di Darjeeling inilah Bunda Theresa lalu menghabiskan waktunya selama tujuh belas tahun untuk mengajar dan menjadi kepala sekolah St. Nary, sebuah sekolah menengah atas di Calcutta.

Mendapat “Panggilan”

Suatu hari, pada 10 September 1946, dalam perjalalannya menuju Derjeeling untuk melakukan pelatihan spiritual selama 8 hari, beliau merasa mendapat “panggilan” dari Sang Pencipta untuk menjadi “pelayan”Nya dengan menolong kaum papa. Kurang dari setahun kemudian, beliau diizinkan keluar dari tugasnya dan pindah ke perkampungan kumuh di Calcutta untuk mendirikan sekolah pertamanya.

Suster Agnes yang dahulu adalah bekas muridnya, menjadi pengikut pertama Bunda Theresa. Segera sesudah itu para pengikut dan berdatangan untuk mendukung membuat sebuah organisasi biarawati religius yang dinamakan Missionaris of Charity (Para Biarawati Amal). Organisasi tersebut mendapat persetujuan Paus dan dikemudian hari dikenal sebagai sebuah jemaah suci pimpinan Paus yang berada dibawah kekuasaan Roma.

Misi organisasi tersebut, seperti yang dikatakan Bunda Theresa saat menerima Nobel Perdamaian adalah, “Untuk merawat orang-orang yang : kelaparan, tak memiliki pakaian, tuna wisna, lumpuh, buta, penderita kusta, semua manusia yang merasa tak diinginkan, tak dicintai, tak diperhatikan oleh masyarakat, orang-orang yang menjadi beban bagi masyarakat, dan dijauhi oleh semua orang”.

Para anggota jemaah itu juga memberikan empat sumpah biarawati dengan dukungan komunitas religius. Selain tiga sumpah dasar biarawati, yakni hidup dalam kemiskinan, kesederhanaan, dan ketaatan, mereka menambahkan sumpah keempat, yaitu wajib memberikan pelayanan pada rakyat miskin, yang oleh Bunda Theresa dianggap menggambarkan perwujudan harapan dari Kristus.

Pada tahun 1952 Bunda Theresa membuka Nirmal Hriday (“Pure Heart”), sebuah rumah penampungan yang terutama diperuntukkan bagi masyarakat miskin yang sakit dan terlunta-lunta di jalan, serta hampir menjelang ajal. Bunda Theresa dan para biarawati yang lain membawa mereka ke Nirmal Hriday. Di rumah penampungan itu mereka dirawat sehingga orang termiskin pun bisa meninggal dengan damai dan bermartabat.

Usaha Bunda Theresa itu lalu menyebar ke seluruh dunia setelah pada 1965, Paus Paulus VI mengabulkan permohonan Bunda Theresa memperluas organisasinya ke negara-negara lain. Beliau dan para biarawati pengikutnya lalu membuka rumah-rumah perawatan di seputar India dan di belahan dunia lainnya. Mereka tetap melakukan misi mereka, yakni merawat para penduduk miskin yang terluka, menyejukkan penderitaan mereka, dan membuat mereka merasa dibutuhkan.

Rela Sakit dan Menderita

Seiring dengan bertambahnya usia, tubuh Bunda Theresa yang kian lama makin kurus dan renta itu akhirnya jatuh sakit. Baik karena kondisi fisiknya yang melemah, mau pun tertular pasien yang dirawatnya.

Bunda Theresa sempat mendapat serangan jantung saat mengunjungi Paus Paulus II di Roma pada tahun 1985. Serangan jantung lainnya menimpa Bunda Theresa pada tahun 1989 yang mengharuskan beliau memakai alat pacu jantung. Saat berada di Tijuana, Mexico, pada tahun 1991, Bunda Theresa terkena pneumonia yang mengakibatkan gagal jantung. Lima tahun kemudian, Bunda Theresa terserang malaria, infeksi paru-paru dan lagi-lagi harus menjalani operasi jantung.

Penerima Berbagai Penghargaan

Atas dedikasi dan perjuangannya yang gigih itu, beliau memperoleh berbagai penghargaan kelas dunia. Misalnya saja pada tahun 1962, beliau menerima penghargaan Pandma Shri atas “pengabdian yang luar biasa”. Pada tahun 1971, Paus Paulus VI menganugrahinya dengan Hadiah perdamaian pertama dari Paus John XXXIII. Setahun kemudian pemerintah India menghadiahinya Jawaharlal Nehru Award for International Understanding.

Bunda Theresa juga memperoleh penghargaan bergensi Nobel Perdamaian pada tahun 1979. Tahun 1985 Presiden Amerika Ronald Reagen menganugrahinya Medal of Freedom, penghargaan tertinggi bagi masyarakat sipil. Pada tahun 1996, Bunda Theresa menjadi orang keempat di dunia yang menerima warga negara kehormatan Amerika.

Yang unik, saat menerima penghargaan Nobel Perdamaian, beliau meminta komite penyelenggara untuk membatalkan acara malam makan dalam rangka penyerahan penghargaan tersebut. Bunda Theresa meminta dana acara itu agar digunakan untuk memberi makan 400 anak miskin di India selama setahun.

Menjadi Inspirasi bagi Umat Dunia

Dalam merawat orang-orang yang kurang beruntung itu, Bunda Theresa selalu melakukannya dengan tulus dan penuh cinta. Hal itu lalu memberi inpirasi banyak orang untuk mengikuti apa yang diperbuatnya. Kini, lebih dari 5000 biarawati dan biarawan, serta relawan yang menjalankan sekitar 500 pusat organisasi yang mendunia, dimana mereka membantu memberi makan lima ratus ribu keluarga dan menolong sembilan puluh ribu penderita kusta setiap tahunnya.

Setelah kondisi fisiknya yang kian lama kian memburuk, perempuan yang penuh cinta ini akhirnya meninggal di usia 87 tahun, pada 13 September 1997. Beliau wafat, tepat 51 tahun setelah beliau merasa mendapat panggilan dan tugas suci dari Sang Pencipta.**Surien

Dimuat di Gober NOstlagia 47, Gramedia Majalah
foto : www.evgschool.org/mother%20theresa_small.jpg

No comments: