Tuesday, September 26, 2006

Maldives, “Surga” yang Diterjang Tsunami


Sejak digoyang gempa dan badai Tsunami di penghujung tahun 2004, Pulau Maldives berubah menjadi kawasan reruntuhan. Sebelumnya, pulau yang di Indonesia dikenal sebagai Maladewa ini adalah objek pariwisata internasional untuk menikmati indah dan romantisnya kehidupan pantai.

Ditemukan Raja Sri Lanka

Legenda ditemukannya pulau yang terletak di barat daya Sri Lanka ini diawali dengan singgahnya Raja Koimala dari Sri Lanka bersama permaisuri, dan anaknya di Pulau karang Raa (salah satu tempat di Maldives). Raja Koimala dan permasurinya itu akhirnya menetap di Male, ( kini merupakan ibu kota Maldives- red) atas izin suku Giraavaru, yakni suku asli dari daerah setempat atau dari wilayah Pulau Kaafu.

Sejak tahun 1978, negara bekas jajahan Inggris yang kini berbentuk republik ini lalu berubah menjadi objek pariwisata. Banyak Suku Giraavaru yang meninggalkan Maldives karena kawasan itu menjadi lebih modern dan kurang tepat sebagai tempat mata pencaharian mereka. Hanya ratusan dari mereka yang masih terisisa dan menetap di Male.

Sebenarnya, siapa penduduk asli Maldives atau Maladewa ini sendiri masih misteri. Sebagian orang menyatakan bahwa penduduk asli Maladewa berasal dari Sri Lanka dan India Selatan. Namun sebagian lagi menyatakan bahwa mereka adalah orang ras Arya yang dulu berlayar dengan perahu alang-alang dari Lothal di Lembah Indus sekitar 4000 tahun lalu. Orang-orang suku Arya yang berlayar dari India dan Sri Lanka tersebut diyakini telah menetap di Maladewa sejak tahun 1500 sebelum Masehi.

Kawasan Multi Etnik

Dahulu Maladewa merupakan kawasan transit perdagangan internasional yang cukup ramai. Akibatnya, banyak pengaruh budaya dari para pengunjung dan pedagang yang datang ke sana, seperti pedagang dari Arab, Cina, dan India. Mereka biasanya membawa barang dagangan berupa kelapa, ikan asin, serta berbagai kerang yang indah.

Selain itu, banyak juga pengaruh budaya Islam yang masuk ke sana sekitar 1153 Sesudah Masehi. Juga ditemukan sejumlah bukti bahwa pengaruh Hindu dan Budha di tempat itu cukup kuat sebelum masuknya Islam.

Jadi, selain gaya berpakaian penduduk yang beragam, beberapa tempat di Maladewa juga mencerminkan betapa uniknya beragam etnik yang berkembang di sana. Sedangkan bahasa yang digunakan di kepulauan Maladewa adalah Dhivehi. Namun karena Maladewa merupakan objek pariwisata internasional, bahasa Inggris pun banyak digunakan di sana. Bahkan di sejumlah tempat peristirahatan, berbagai bahasa internasional sudah lazim dipakai, seperti bahasa Jerman, Prancis, Italia, dan Jepang.

Penduduk Paling Sedikit di Dunia

Kepulauan Maladewa terdiri atas sekitar 1.190 pulau-pulau karang, membentuk gugusan dengan 26 pulau-pulau besar. Terbentang sepanjang 820 kilometer dari utara selatan, dan 120 kilometer dari timur ke barat. 202 pulau diantaranya didiami penduduk, sedangkan sebanyak 87 pulau merupakan kepulauan tempat peristirahatan esklusif. Banyak para selebrities dunia yang sengaja berlibur ke tempat ini.

Jumlah penduduk Maladewa yang cuma sekitar 290 ribu jiwa membuat negara ini menjadi salah satu negara dengan penduduk paling sedikit di Asia. Seperempat penduduk Maladewa menetap di Male. Dengan luas Male yang tak seberapa itu, Male pun menjadi ibu kota negara yang paling kecil di dunia, lho. Meski demikian, di Male ini dibangun sejumlah gedung tinggi untuk kantor, dan tak ada kawasan pantai sama sekali. Namun dengan penataan kota yang rapi serta banyak pepohonan, membuat Male terlihat asri dan tak kalah menawan dengan pemandangan sejumlah tempat peristirahatan di dekat pantai.

Kawasan Pariwisata Pantai


Pantai Maladewa memang terkenal dengan pantainya yang bersih. Sinar matahari, pasir, dan laut yang indah adalah daya tarik utamanya. Apalagi di sana juga terdapat danau pinggir laut yang cukup besar dengan kedalaman yang beragam, serta bayangan laut berwarna biru kehijauan yang sangat menawan. Belum lagi taman karang bawah laut yang sangat mempesona. Para wisatawan juga bisa menikmati kegiatan memancing, bermain kano, menyelam, surfing, dan sebagainya. Semua itu menjadikan Maladewa bak surga bagi wisatwan yang ingin berlibur di daerah tropis.


Keaslian dan keindahan Maladewa sangat dijaga keseimbangannya agar habitat alam tak rusak atau bahkan lenyap. Itu sebabnya, di kawasan laut Maladewa masih terdapat hewan laut dengan spesies-spesies yang cukup langka. Selain itu, lahan yang dibangun untuk kawasan pariwisata dipertahankan tak lebih dari 20% luas keseluruhan. Gedung tinggi yang dibangun juga tak lebih dari tinggi pohon Palem.

Sayang, keindahan Maladewa terusik gelombang Tsunami yang datang tak disangka, menyapu sebagian besar wilayah pariwisata ini. Namun bagi pecinta kawasan romantis, keindahan Maladewa akan selalu dikenang dan dicari.**surien

Dimuat di Gober Tematis, Gramedia Majalah

No comments: