Tuesday, October 03, 2006

Liputan Pensi : Pentas Seni, Tiket Jadi Profesional



Pentas seni yang dulu biasanya diadakan di sekolah kadang dianggap cuma acara lokal ecek-ecek. Padahal, pentas seni tersebut terbukti bisa jadi bekal ajang latihan kemampuan dan mental bagi sejumlah musikus yang kini sudah punya nama. Misalnya saja grup band Jikustik dan Sheila on 7. Nah, forFIRLS sengaja datang ke kota tempat tinggal mereka, Yogyakarta, untuk mendengar langsung pengalaman mereka dulu saat tampil di pensi.

Bukan Lagi Acara Lokal

Pentas seni (Pensi) kini tak lagi jadi acara lokal yang minus sponsor dan cuma menampilkan band ala kadarnya untuk menandai acara tutup tahun atau ultah sekolah. Di beberapa tahun terakhir, pensi mendadak berubah jadi pertunjukan komersil yang ramai dibanjiri penonton.

Bagaimana nggak… Dengan penggarapan acara yang jauh lebih serius, sejumlah pensi sekolah berhasil menggaet sponsor besar dan menampilkan bintang tamu grup musik kondang. Sebut saja Pensi yang diadakan SMU 5 dan SMU 2 Bandung, serta beberapa SMU di Jakarta, seperti SMU 82, SMU Lab School, SMU Tarakanita, dan SMU Pangudi Luhur.

Pensi yang diadakan sejumlah sekolah tersebut dalam beberapa tahun terakhir bisa dibilang sukses besar. Baik berupa festival band maupun pentas musik.Padahal dulu, pensi yang diadakan sekolah-sekolah sifatnya cuma untuk kalangan dalam saja, alias murid setempat. Bahkan kadang pensi terpaksaa diadakan untuk memenuhi agenda acara sekolah. Akhir-akhir ini pensi tak lagi hanya digelar di aula atau halaman sekolah, melainkan di stadion besar.

Pensi Kini Makin Oke

Kesuksesan penyelenggaraan pensi anak sekolah sekarang antara lain diakui Duta, vokalis Sheila on 7. “Jauh lebih istimewa sekarang. Dananya jauh lebih lebih berani. Kalau dulu kan banyak batasannya. Nggak boleh pakai sponsor ini itu, sekarang kayaknya sudah lebih bebas. Jadi kesempatan untuk mengundang band-band besar pun ada,” ujar Duta.

Hal senada juga dikatakan Adit, pemain keyboard Jikustik. Menurutnya, pensi saat ini memang jauh lebih baik daripada dulu. Selain konsepnya lebih matang, pensi juga bisa sukses mengundang bintang tamu kawakan. Kesempatan mengundang bintang tamu dan band dari sekolah lain itu bisa jadi peluang bagus bagi grup band sekolah untuk maju selangkah. Selain bisa terpicu agar tampil lebih baik, mereka juga bisa melihat cara kerja band yang sudah profesional tampil secara live. Sehingga mereka pun bisa belajar mengatasi masalah-masalah teknis saat tampil di panggung.

Misalnya saja bagaimana cara mengatur sounds system, menyetem gitar, dan sebagainya.Sayangnya, yang sering dijumpai Jikustik saat tampil di pensi sekolah hingga saat ini adalah kurangnya koordinasi antar panitia pensi yang biasanya adalah anak sekolah juga.

“Pentas seninya sendiri nggak masalah. Yang jadi masalah adalah persiapan sebelum acara, masalah sound, fasilitas yang diberikan pada kita, dan pembagian waktu manggung bagi masing-masing pengisi acara yang kurang jelas,” ujar Adit menyayangkan.

Sedangkan Anton Widiastanto alias Anton yang dikenal sebagai drummer Sheila on 7, punya pendapat lain.“Pensi sekarang menurutku, ya, cukup nggak cukup. Aku maunya pensi itu, taruhlah festival band, nggak dari satu sekolah aja. Aku pengennya ada persatuan untuk anak sekolah,” angan Anton.

Dari persatuan anak sekolah itu, dia berharap event yang dibuat bisa menjadi acara yang menyatukan berbagai siswa antar sekolah. Sayangnya di Yogyakarta, kota tempat para personil Jikustik dan Sheila on 7 mulai bertemu, pensi hingga kini masih diadakan begitu-begitu saja. Minus sponsor, bintang tamu masih bersifat lokal, dan yang parah… diadakan khusus bagi murid sekolah yang mengadakan pensi. Ini jelas bisa bikin para peminat pensi jadi hilang semangatnya untuk bergabung. Kalau pengisi acaranya saja semangat empat jutanya hilang, apalagi penontonnya…

Coba saja lihat pengalaman Anton. Dia mengawali jam terbangnya juga melalui pensi sekolah. Uniknya, ia justru lebih dulu manggung di pensi sekolah-sekolah lain dan di kampus-kampus ketimbang di pensi sekolahnya (SMU-- Red). Ini gara-gara kelompok musiknya yang merupakan gabungan dari berbagai SMU sempat ditolak manggung oleh panitia pensi dan OSIS sekolahnya. Alasannya, salah satu personil grup band-nya adalah murid SMU yang kerap berantem dengan SMU-nya.

“Aku jadi marah. Padahal kami cuma pengen main musik. Nggak ada hubungannya dengan soal berantem,” kenang Anton yang masih kesal kalau mengingat pengalaman itu.

Anton yang saat itu duduk di kelas 1 SMU jadi ogah main di pensi sekolahnya itu. Barulah ketika pensi sekolahnya mau menerima penampilan dari murid SMU lain, Anton mau tampil. Itu pun waktu dia sudah kelas tiga.

Rajin Tampil di Pensi

Lepas dari besar atau tidaknya pensi yang diadakan di sekolah-sekolah, pensi ternyata punya peran besar dalam melahirkan musisi-musisi kondang. Jikustik dan Sheila on 7 adalah salah satu grup band yang lahir dari pensi-pensi lokal daerah.

Carolus Liberianto J atau Carlo si penabuh drum Jikustik, adalah salah satu orang yang belajar banyak dari pensi. Semula dia hanya menguasai gitar, itu pun cuma dikuasai secara sederhana. Tapi gara-gara melihat tetangganya di Purwokerto berlatih musik, dia pun berkeinginan untuk bisa menguasai alat musik secara serius.

Dari pengalaman belajar otodidaknya itu, alumunus SMU Bruderan Purwokerto ini bergabung dengan grup band di sekolah dan di wilayah tempat tinggalnya. Dia manggung dari pensi satu ke pensi lain, termasuk manggung di acara tujuh belasan di Purwokerto dan Yogyakarta, serta ikut berbagai festival.

Pengalamannya itulah yang mengantarnya berkenalan dengan musisi senior dan membawanya bergabung dengan Jikustik.Setelah hijrah ke Yogyakarta dan bergabung dengan Jikustik, Carlo dan grup bandnya memilih untuk lebih mengasah kemampuan lewat berbagai pensi dan café di Yogyakarta.

Selain Carlo, personil Jikustik lainnya juga rata-rata rajin tampil di pensi saat mereka masih sekolah. Demikian juga dengan para personil Sheila on 7. Pensi Ajang Melatih Mental Rajinnya Carlo dan grup bandnya tampil di berbagai pensi dan café memang punya alasan.

“Kami kepengen ngumpulin duit buat bikin demo,” kenang Carlo.

Untuk itulah, dia dan kelompoknya berusaha kejar target dengan hampir setiap hari manggung di café-café. Sedangkan penampilannya di berbagai pensi non komersil, tetap dilakoni untuk mengasah kemampuan nge-band.

Menurut Carlo, pengalaman manggung di berbagai pensi sangat berguna untuk melatih mentalnya dalam menghadapi berbagai jenis penonton.Dengan alasan yang sama, semasa SMU Adit dan band-nya juga sangat antusias tampil di mana saja selama ada yang mau menerima aksi mereka. Mulai dari acara tujuh belasan hingga acara pensi, dari kampung-kampung sampai ke kota besa, semua rela dijalani.

“Mereka itu kan (penduduk di perkampungan atau kota kecil—red) yang butuh hiburan bener-bener. Jadi kalau kita lagunya nggak bagus, kita bisa di huuuu, dan segala macem,” kenang Adit.

Nah, tantangan supaya nggak di”huuuu” atau dapat “lemparan” gratis dari penonton mendorong Adit dan teman-temannya berusaha tampil sebaik mungkin. Tapi berhubung semangat bermain musik waktu SMU masih sangat menggebu, teriakan dan lemparan dari penonton sering nggak dipedulikan, lho.

“Waktu itu lagi seneng-senengnya main band. Dilempari penonton, ya, nggak peduli, main terus,” kenang Carlo geli.

Bagi Anton dan Adam dari Sheila on 7, pengalaman tampil di pensi saat mereka masih SMU juga bermanfaat bagi pengembangan permainan mereka.

“Misalnya, kalau main di studio saja, kami kan jadi nggak bisa perform. Jadi kalau studio buat tempat berlatih, pensi itu jadi ajang kami untuk melakukan perfomance,” jelas Adam.

Selain itu Anton menambahkan, pensi bisa jadi ajang dirinya mencoba bermain dengan grup band lainnya. Pengalaman manggung dengan berbagai grup band yang berbeda personil itu menurut Anton bisa melatih berbagai skill musiknya.

Pensi, Tiket buat Sukses?

Melihat pengalaman para personil Jikustik dan Sheila on 7 yang awalnya sering muncul di pensi, maka nggak salah kalau pensi diharapkan bisa “melahirkan” band atau musisi-musisi lain yang berkualitas. Pensi sekolah bisa jadi langkah awal untuk mengasah kemampuan bermain musik.

Kesuksesan yang dialami Sheila on 7, Jikustik, dan band-band lain, diharapkan Anton bisa jadi pemicu remaja yang lain untuk bisa berkarya lebih baik lagi. Yang penting menurutnya, adalah tetap berkarya sebagus-bagusnya, serta adanya niat, tekad, dan ketekunan. Jangan cuma didasari niat pengen beken karena sering manggung di berbagai pensi.

“Kesempatan itu bisa dicari. Niat dan tekad harus kuat dari kita sendiri. Contohnya kayak kita dulu. Duit buat demo itu dikumpulkan dari hasil kita menang festival atau lomba-lomba band. Itu pun berangkatnya dari niat kita pengen dapet atau menang,” papar Anton.

Sedangkan Adam menyarankan, nggak perlu terburu-buru untuk bisa jadi terkenal. Jika ingin bermain musik, utamakan tetap bermain dengan baik tanpa memikirkan ketenaran maupun keberhasilan rekaman. Bermain musik haruslah di dasari hati nurani dan keinginan untuk mendalami musik itu sendiri.

“Sekarang, sih, bikin demo bisa di mana-mana dan mau jadi musisi profesional pun bisa banyak jalannya. Tapi main musik yang sesuai keinginan, itu kan yang sulit,” ujar Adam.

Sama seperti Adam, Adit dan Carlo juga setuju jika sebaiknya bermain musik harus didasari panggilan hati. “Biar dilarang atau pengen berhenti, kalau panggilan hatinya main musik, pasti, ya tetap akan kembali main musik,” kata Adit.

“Main musik juga kalau sekedar main tapi nggak pakai perasaan, pasti juga nggak enak,” tambah Carlo.

Setelah kemampuan musik ada dan memungkinkan untuk membentuk band, barulah cari peluang untuk tampil di berbagai kesempatan, misalnya di pensi. Kematangan bermain musik dan tampil di berbagai acara lokal, buktinya mampu mengantar para personil Jikustik dan Sheila on 7 berkarya lebih bagus dan sukses di dapur rekaman.

Baik Adam, Anton, Duta, Adit maupun Carlo nggak pernah bermimpi bisa seperti saat ini. Karena awalnya, mereka bermain musik didasari kecintaan mereka terhadap musik. Nah, itu artinya sukses atau keberhasilan juga nggak datang dengan separuh hati kan? **surien Dimuat di for GIRLS<>
Foto : geocities.com

No comments: